Malangnya Sang Putri Indonesia-3 Artika baru tersadar setelah matahari sudah tinggi, Dia berusaha bangun tapi sekujur badannya serasa sakit seperti habis dipukuli. Sisa-sisa sperma masih berceceran di sekitarnya, sebagian yang masuk ke dalam rahimnya meleleh keluar dan mengering. Artika merasakan kemaluannya sakit sekali, perutnya juga terasa nyeri. Lalu dengan tertatih-tatih Artika berusaha meraih pakaiannya. Tapi dia tidak menemukan pakaiannya di ruangan itu, pasti Wewengko telah mengambilnya. Artika kemudian meraih kain usang di ranjang untuk menutupi tubuhnya lalu berusaha untuk berjalan. Belum lagi dia mencapai pintu, tiba-tiba pintu terbuka dengan lebar. Seorang wanita Papua yang juga bertampang bengis masuk dan mendekati Artika. Artika mundur mencoba menghindar tapi wanita Papua itu mencengkeram pergelangan tangan kanannya dengan kuat. Artika mencoba meronta tapi wanita Papua itu lebih kuat, dipelintirnya tangan Artika ke belakang. "Diam Nona." Wanita itu berbisik ke telinga Artika. "Saya hanya mau menyuruhmu mandi biar bersih", katanya. Artika yang tidak berdaya menurut saat digelandang ke luar rumah menuju ke sebuah kamar mandi terbuka yang berdekatan dengan punggungan bukit, penutupnya hanya sebatas leher, terbuat dari potongan bambu dan anyaman daun, sebuah pancuran kecil dari bambu terdapat di situ, airnya yang berasal dari atas bukit jernih dan dingin. Wanita Papua itu lalu menelanjangi Artika dan menyuruh Artika berlutut kemudian dia mengguyur tubuh Artika dengan air, sejenak Artika merasa kedinginan sampai menggigil tapi lama lama Artika mulai terbiasa. Selesai mandi, Artika kembali dibawa ke dalam rumah. Perempuan Papua itu melemparkan sesuatu pada Artika. "Ini pakaian yang harus kamu pakai", katanya sambil tersenyum jahat. Artika memandangi barang yang dilemparkan oleh wanita Papua itu, pakaian yang dimaksud oleh wanita Papua itu hanya berupa potongan-potongan bahan semacam kulit binatang. Artika terdiam dan menangis memandangi "pakaian" itu. Dia merasa sedang mengalami pelecehan seksual yang sangat besar. "Dasar tolol", wanita Papua itu marah dan menampar wajah Artika. Tidak terlalu keras, tapi cukup untuk membuat Artika menjerit. Dia segera menarik kain yang menutupi tubuh Artika lalu memaksa Artika memakai pakaian yang dia maksudkan. "Pakai!", bentaknya. Artika hanya terduduk sambil terus menangis. Kesal karena tidak mendapat tanggapan akhirnya wanita Papua itu memakaikan pakaian yang diberikannya pada tubuh Artika. Sebuah pakaian yang lebih mirip bikini dari kulit hewan. Hanya terdiri dari selembar kecil penutup dada yang sama sekali tidak memadai untuk menutupi payudara Artika sehingga sebagian payudara Artika yang putih mulus menonjol telanjang sementara bagian bawahnya lebih mirip g-string yang terbuat dari kulit hewan yang hanya bisa menutupi kemaluan Artika sementara pantat Artika yang bulat padat dan putih mulus terlihat telanjang. Pahanya yang jenjang dan begitu mulus serta bagian perutnya yang juga putih mulus tidak tertutup apapun sehingga bisa bebas dinikmati oleh siapapun. "Sekarang Tuan Wewengko ingin bertemu kamu", kata wanita Papua itu. "Ayo ikut.", katanya sambil menarik tangan Artika. Artika mencoba bertahan tapi sekali lagi wanita Papua itu memelintir tangan Artika dan memukul perut Artika. Artika langsung terbungkuk dan berlutut sambil memegangi perutnya yang nyeri. "Ampun, jangan sakiti saya..." Artika merintih sambil menahan sakit, air matanya makin deras mengalir. "Makanya turuti perintahku!" bentak wanita Papua itu. Artika hanya bisa mengangguk lalu berdiri. Dengan langkah ragu Artika mulai berjalan, sementara wanita Papua yang galak itu mengikuti dari belakang sambil sesekali mendorong Artika jika berjalan sedikit lambat. Artika dibawanya sampai ke sebuah ruangan besar yang berada di bagian belakang rumah, Ruangan itu cukup besar, tapi terkesan kosong. Hanya ada sebuah meja makan berukuran sekitar dua kali tiga meter dilengkapi enam kursi yang mengelilinginya, meja dan kursi itu juga terbuat dari kayu masif yang dihaluskan. Di atasnya terdapat banyak sekali makanan, yang paling menarik perhatian adalah seekor babi panggang berukuran besar di tengah meja. Di kursi paling ujung dari tempat Artika berdiri terlihat Wewengko duduk sambil makan sesuatu. Begitu melihat Artika berjalan mendekat Wewengko langsung berhenti, dia melotot melihat Artika yang berdiri nyaris telanjang tidak jauh darinya, dipandanginya kemulusan tubuh Artika dengan seksama, matanya menatap liar pada daerah payudara dan vagina Artika. "ck.. ck.. ck...", Wewengko berdecak kagum memandangi tubuh setengah telanjang Artika yang nyaris sempurna. Artika menunduk malu dipandangi seperti itu, tanpa sadar tangannya berusaha menutupi bagian-bagian penting tubuhnya yang terbuka meskipun usaha itu sia-sia karena tangannya jelas tidak mampu menutupi tubuhnya yang telanjang, akibatnya Wewengko dengan bebas menikmati keindahan tubuh mulus Artika. "Kamu boleh pergi Tira", Wewengko berkata pada wanita Papua yang memandikan Artika yang ternyata bernama Tira. Tira mangangguk lalu meninggalkan ruangan menuju ke tempat dia masuk. Wewengko lalu berdiri dan berjalan mendekati Artika. Artika merinding ketika pria yang semalam memperkosanya berjalan mendekat. Jantungnya berdetak kencang. Sementara Wewengko tidak henti hentinya memandangi tubuh mulus Artika dengan tatapan kagum bahkan ketika dia berdiri di belakang Artika, tangannya sempat meremas pantat Artika yang telanjang. Artika hanya bisa menangis diperlakukan seperti itu. "Jangan menangis Manisku", Wewengko membelai rambut Artika yang masih basah. "Sekarang duduklah dan makan." Wewengko menarik sebuah kursi di dekatnya. Lalu memaksa Artika duduk. Tapi Artika tidak bereaksi apa-apa. "Keras kepala ya", Wewengko mulai jengkel. "Baiklah, terserah mau makan atau tidak, tapi setengah jam lagi Nona Artika harus bekerja." Artika tersentak mendengar ucapan Wewengko, hatinya bergetar, rasa takut mulai melanda dirinya, apakah itu berarti dirinya akan diperkosa lagi. "Tuan mau memperkosa saya lagi..?", Artika bertanya sambil menatap Wewengko dengan air mata berlinang. "Jangan.. jangan perkosa saya lagi..." Artika menggeleng ketakutan. Wewengko hanya tersenyum melihat wajah Artika yang memelaskan itu. "Tidak, tidak Nona cantik... ada sesuatu yang lain yang harus Nona lakukan", Kata Wewengko datar. Tanpa sadar Artika menghembuskan nafas lega. Dia lalu melihat Wewengko meninggalkan tempat itu. Dia kemudian menatap makanan yang ada di depannya, semula dia tidak mau menyentuh makanan di atas meja tapi perutnya yang lapar membuatnya meraih makanan di depannya. Rasanya tidak karuan, tapi karena lapar, Artika menelannya juga. Setengah jam kemudian Wewengko datang lagi dan melihat Artika sudah terlihat segar. Dia yakin Artika tidak tahan menahan lapar. "Nona Artika Sudah siap kan ?", tanya Wewengko. Tanpa menunggu jawaban Artika, Wewengko menarik tangan Artika dan membawanya ke luar ruangan, tapi sebelumnya dia menutupi tubuh Artika dengan selembar kain. Artika melihat kerumunan anggota OPM berjejer dengan barisan tidak teratur memenuhi halaman. Rata-rata dari mereka berpenampilan kasar dan dekil. Kerumunan itu membelah saat Wewengko dan Artika berjalan menuju ke arah mereka. Di tengah kerumunan itu ternyata terdapat sebuah panggung kecil, berbentuk segi empat, sekitar lima kali lima meter dengan tinggi sekitar setengah meter terbuat dari kayu dan bambu. Wewengko lalu membawa Artika naik ke panggung. Serentak kerumunan anggota OPM langsung mengerubungi panggung sambil memelototi tubuh Artika . Artika merasa malu sekali tubuhnya diobral Bagaikan pelacur murahan. "Nah Nona Artika, sekarang tugas Nona adalah menghibur mereka...", kata Wewengko datar, nyaris tanpa emosi. Artika tersentak, seketika tubuhnya gemetar, mengira dirinya harus melayani seluruh anak buah Wewengko. Artika tidak dapat membayangkan dirinya akan diperkosa beramai-ramai oleh orang sebanyak itu. "Tenang Nona, Nona hanya diharuskan menari di hadapan mereka, tapi dengan catatan, Nona harus menari tanpa pakaian", Kata Wewengko. Artika terkesiap, dia tidak mengira akan dipaksa melakukan tarian telanjang. Tapi Artika menuruti perintah Wewengko, dia lebih memilih menari telanjang daripada harus digagahi secara beramai-ramai. Artika menatap kerumunan pria yang sudah tidak karuan di hadapannya. "Apa kabar semua?", Artika mencoba tersenyum. Dan melempar salam. "Bagaimana kalau hari ini Artika menghibur anda semua dengan satu tarian...", sontak seluruh anggota OPM yang tidak pernah melihat wanita secantik Artika bersorak. "Bagaimana kalau Artika buka baju?", kata Artika lagi. Serentak semua menjawab setuju. Artika lalu melepaskan lilitan kain yang menutupi tubuhnya. Seketika semua yang melihatnya langsung melotot melihat tubuh yang begitu putih dan mulus terpampang di depan mereka. Saat itu terdengar alunan musik dangdut dari sebuah speaker yang ada di atas panggung. Artika lantas mulai menggoyangkan tubuhnya yang setengah bugil itu dengan gerakan gerakan erotis. Tangannya diangkat ke atas lalu pinggulnya digoyang-goyangkan membuat seluruh tubuhnya berguncang. Seluruh penonton bersuit-suit melihat goyangan pinggul dan pantat Artika. "Buka! Buka! Buka!", teriak mereka sambil terus memelototi Tubuh Artika yang bergoyang erotis. "Kalian mau lihat payudara Artika?", tanya Artika di tengah tariannya yang langsung disambut gemuruh setuju. Artika perlahan mulai melepas kain penutup payudaranya lalu melemparkannya ke arah penonton yang langsung berebut menerimanya. Payudara Artika sekarang tergantung telanjang begitu putih mulus dan kencang. Payudara itu berguncang seirama gerakan Artika. Melihat payudara yang begitu mulus itu telanjang, penonton makin liar dan berteriak meminta Artika membuka celana. "Kalian mau lihat pula vagina Artika?", tanya Artika. Lalu Artika mulai memelorotkan celananya dan melemparkannya ke arah penonton, lagi-lagi penonton berebut mengambil celana itu. Sekarang Artika sudah sempurna telanjang bulat di hadapan anggota OPM yang makin brutal. Artika meneruskan tariannya dengan berbagai gaya yang diingatnya. Penonton paling suka saat Artika melakukan goyang ngebor ala Inul dan goyang patah-patah. Pantatnya yang montok dan mulus bergoyang-goyang secara erotis. Sesekali Artika juga berpura-pura melakukan onani dengan meremas payudaranya sendiri sambil merintih-rintih dan mendesah-desah seperti orang yang terangsang nafsu seksualnya. Selama hampir satu jam Artika menghibur anggota OPM dengan tarian bugilnya, tubuhnya sampai basah karena keringat membuat tubuh yang putih mulus itu terlihat berkilat-kilat. Acara itu baru selesai setelah Wewengko naik ke panggung. Dia berdiri sambil memeluk tubuh Artika yang bugil dan medekapnya erat sampai rapat dengan tubuhnya sendiri. "Nah kawan-kawan seperjuangan, kalian suka dengan tarian tadi?", Wewengko bertanya yang disambut gemuruh senang. "Karena kalian suka, maka Artika akan memberikan hiburan tambahan", Kata Wewengko lagi. Artika terkejut dengan ucapan itu, jantungnya kembali berdebar menanti kelanjutan kalimat Wewengko. Wewengko menoleh ke arah Artika. "Sekarang Nona saya perintahkan untuk melakukan oral seks dengan mereka semua, lalu Nona telan sperma mereka semuanya...", kata Wewengko lantang membuat semua anak buahnya berteriak kegirangan, maklum mereka sudah lama tidak menyalurkan nafsu seksualnya apalagi yang dijadikan penyaluran wanita secantik Artika. http://siezhien.wen.ru