Pelajaran dari Tante Sofi - Part II Akupun semakin berani, BH-nya kutarik ke atas dan woowww.., kedua buah dada itu membuat mataku benar-benar jelalatan. “Mm.., kamu sudah mulai pintar, Di. Tante mau kamu ..”, Belum lagi kalimat Tante Sofi habis aku sudah mengarahkan mulutku ke puncak bukit kembarnya dan “crupp..”, sedotanku langsung terdengar begitu bibirku mendarat di permukaan puting susunya. “Aahh.., Didi, oohh.., sedoot teruus aahh”, tangannya semakin mengeraskan genggamannya pada batang penisku, celana pendek itu sejak tadi dipelorotnya ke bawah. Sesekali kulirik ke atas sambil terus menikmati puting buah dadanya satu persatu, Tante Sofi tampak tenang sambil tersenyum melihat tingkahku yang seperti monyet kecil menetek pada induknya. Jelas Tante Sofi sudah berpengalaman sekali. Batang penisku tak lagi hanya diremasnya, ia mulai mengocok-ngocoknya. Sebelah lagi tangannya menekan-nekan kepalaku ke arah dadanya. “Buka pakaian dulu, Di” ia menarik baju kaos yang kukenakan, aku melepas gigitanku pada puting buah dadanya, lalu celanaku di lepaskannya. Ia sejenak berdiri dan melepas gaun dasternya, kini aku dapat melihat tubuh Tante Sofi yang bahenol itu dengan jelas. Buah dada besar itu bergelantungan sangat menantang. Dan bukit di antara kedua pangkal pahanya masih tertutup celana dalam putih, bulu-bulu halus tampak merambat keluar dari arah selangkangan itu. Dengan agresif tanganku menjamah CD-nya, langsung kutarik sampai lepas. “Eeeiit.., ponakan tante sudah mulai nakal yah”, katanya genit semakin membangkitkan nafsuku. “Saya nggak tahan ngeliat tubuh tante”, dengusanku masih terdengar semakin keras. “Kita lakukan di kamar yuk..”, ajaknya sambil menarik tanganku yang tadinya sudah mendarat di permukaan selangkangannya. “Shitt!” makiku dalam hati, baru saja aku mau merasakan lembutnya bukit di selangkangannya yang mulai basah itu. Tante Sofi langsung merebahkan badan di tempat tidur itu. Tapi mataku sejenak tertuju pada foto Om Toto dengan baju kehormatan militernya. “Ta.., tapi tante” “Tapi apa, ah kamu, Di” Tante Sofi melotot. “Tante kan istri Om Toto”. “Yang bilang tante istri kamu siapa?”, aku sedikit kendor mendengarnya. “Saya takut tante, malu sama Om Toto”. “Emangnya di sini ada kamera yang bisa dilihat dari LA? Didi, Didi.., Kamu nggak usah sebut nama bangsat itu lagi deh!”, intonasi suaranya meninggi. “Trus gimana dong tante?”, aku tambah tak mengerti. “Sudahlah Di, kamu lakukan saja, kamu sudah lama kan menginginkan ini?” aku tak bisa menjawab, sementara mataku kembali memandang selangkangan Tante Sofi yang kini terbuka lebar. Hmm, persetan dari mana dia tahu aku sudah menantikan ini, itu urusan belakang. Aku langsung menindihnya, dadaku menempel pada kedua buah payudara itu, kelembutan buah dada yang dulunya hanya ada dalam khayalan itu sekarang menempel ketat di dadaku. Bibir kamipun kini bertemu, Tante Sofi menyedot lidahku dengan lembut. Uhh, nikmatnya, tanganku menyusup di antara dada kami, meraba-raba dan meremas kedua belahan susunya yang besar itu. “mm.., oohh.., tante Sofi.., aahh”, kegelian bercampur nikmat saat Tante Sofi memadukan kecupannya di leherku sambil menggesekkan selangkangannya yang basah itu pada penisku. “Kamu mau sedot susu tante lagi?”, tangannya meremas sendiri buah dada itu, aku tak menjawabnya, bibirku merayap ke arah dadanya, bertumpu pada tangan yang kutekuk sambil berusaha meraih susunya dengan bibirku. Lidahku mulai bekerja liar menjelajahi bukit kenyal itu senti demi senti. “Hmm.., pintar kamu Di, oohh..” Desahan Tante Sofi mulai terdengar, meski serak-serak tertahan nikmatnya jilatanku pada putingnya yang lancip. “Sekarang kamu ke bawah lagi sayang..”. Aku yang sudah terbawa nafsu berat itu menurut saja, lidahku merambat cepat ke arah pahanya, Tante Sofi membukanya lebar dan semerbak aroma selangkangannya semakin mengundang birahiku, aku jadi semakin gila. Kusibak bulu-bulu halus dan lebat yang menutupi daerah vaginanya. Uhh, liang vagina itu tampak sudah becek dan sepertinya berdenyut, aku ingat apa yang harus kulakukan, tak percuma aku sering diam-diam nonton VCD porno. Lidahku menjulur lalu menjilati vagina Tante Sofi. “Ooouuhh.., kamu cepat sekali belajar, Di. Hmm, enaknya jilatan lidah kamu.., oohh ini sayang”, ia menunjuk sebuah daging yang mirip biji kacang di bagian atas kemaluannya, aku menyedotnya keras, lidah dan bibirku mengaduk-aduk isi liang vaginanya. “oohh, yaahh.., enaak, Di, pintar kamu Di.., oohh”, Tante Sofi mulai menjerit kecil merasakan sedotanku pada biji kacang yang belakangan kutahu bernama clitoris. Ada sekitar tujuh menit lebih aku bermain di daerah itu sampai kurasakan tiba-tiba ia menjepit kepalaku dengan keras di antara pangkal pahanya, aku hampir-hampir tak dapat bernafas. “Aahh.., tante nggak kuaat aahh, Didii”, teriaknya panjang seiring tubuhnya yang menegang, tangannya meremas sendiri kedua buah dadanya yang sejak tadi bergoyang-goyang, dari liang vaginanya mengucur cairan kental yang langsung bercampur air liur dalam mulutku. “Uff.., Di, kamu pintar bener. Sering nonton yah?” ia memandangku genit. “Makasih Di, selama ini tante nggak pernah mengalaminya.., makasih sayang. Sekarang beri tante kesempatan istirahat sebentar saja”, ia lalu mengecupku dan beranjak ke arah kamar mandi. Aku tak tahu harus melakukan apa, senjataku masih tegang dan keras, hanya sempat mendapat sentuhan tangan Tante Sofi. Batinku makin tak sabar ingin cepat menumpahkan air maniku ke dalam vaginanya. Masih jelas bayangan tubuh telanjang Tante Sofi beberapa menit yang lalu.., ahh aku meloncat bangun dan menuju ke kamar mandi. Kulihat Tante Sofi sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower. “Tante..”. “Hmm, kamu sudah nggak sabar ya?” ia mengambil handuk dan mendekatiku. Tangannya langsung meraih batang penisku yang masih tegang. “Woowww.., tante baru sadar kalau kamu punya segede ini, Di.., oohhmm”, ia berjongkok di hadapanku. Aku menyandarkan tubuh di dinding kamar mandi itu dan secepat kilat Tante Sofi memasukkan penis itu ke mulutnya. “Ohh.., nikmat Tante Sofi oohh.., oohh.., ahh”, geli bercampur nikmat membuatku seperti melayang. Baru kali ini punyaku masuk ke dalam alatnya perempuan, ternyata.., ahh.., lezatnya setengah mati. Penisku tampak semakin tegang, mulut mungil Tante Sofi hampir tak dapat lagi menampungnya. Sementara tanganku ikut bergerak meremas-remas payudaranya. “uuhh.. punya kamu ini lho, Di.., tante jadi nafsu lagi nih, yuk kita lanjutin lagi”, tangannya menarikku kembali ke tempat tidur, Tante Sofi seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan. Perempuan setengah baya itu langsung merebahkan diri dan membuka kedua pahanya ke arah berlawanan, mataku lagi-lagi melotot ke arah belahan vaginanya. mm.., kusempatkan menjilatinya semenit lalu dengan tergesa-gesa aku tindih tubuhnya. “Heh.., sabar dong, Di. Kalau kamu gelagapan gini bisa cepat keluar nantinya”. “Keluar apa, Tante?”. “Nanti kamu tahu sendiri, deh” tangannya meraih penisku di antara pahanya, kakinya ditekuk hingga badanku terjepit diantaranya. Pelan sekali ibu jari dan telunjuknya menempelkan kepala penisku di bibir kemaluannya. “Sekarang kamu tekan pelan-pelan sayang.., Ahhooww, yang pelan sayang oh punya kamu segede kuda tahu!”, liriknya genit saat merasakan penisku yang baru setengah masuk itu. “Begini tante?”, dengan hati-hati kugerakkan lagi, pelan sekali, rasanya seperti memasuki lubang yang sangat sempit. “Tarik dulu sedikit, Di.., yah tekan lagi. Pelan-pelan.., yaahh masuk sayang oohh besarnya punya kamu.., oohh”. “Tante suka?”. “Suka sayang oohh, sekarang kamu goyangin.., mm.., yak gitu terus tarik, aahh.., pelan sayang vagina tante rasanya.., oouuhh mau robek, mmhh.., yaahh tekan lagi sayang.., oohh.., hhmm.., enaakk.., oohh”. “Kalau sakit bilang saya yah tante?”, kusempatkan mengatur gerakan, tampaknya Tante Sofi sudah bisa menikmatinya, matanya memejam. “Hmm.., oohh..”, Tante Sofi kini mengikuti gerakanku. Pinggulnya seperti berdansa ke kiri kanan. Liang vaginanya bertambah licin saja. Penisku kian lama kian lancar, kupercepat goyanganku hingga terdengar bunyi selangkangannya yang becek bertemu pangkal pahaku. Plak.., plak.., plak.., plak.., aduh nikmatnya perempuan setengah baya ini. Mataku merem melek memandangi wajah keibuan Tante Sofi yang masih saja mengeluarkan senyuman. Nafsuku semakin jalang, gerakanku yang tadinya santai kini tak lagi berirama. Buah dadanya tampak bergoyang ke sana ke mari, mengundang bibirku beraksi. “oohh sayang kamu buas sekali. hmm.., tante suka yang begini, oohh.., genjot terus mm”. “Uuhh tante nikmat tante.., mm tante cantik sekali oohh..”. “Kamu senang sekali susu tante yah? oohh sedoot teruus susu tantee aahh.., panjang sekali peler kamu oohh, Didii.., aahh”.Jeritannya semakin keras dan panjang, denyutan vaginanya semakin terasa menjepit batang penisku yang semakin terasa keras dan tegang. “Di..?”, dengusannya turun naik. “Yah uuhh ada apa tante..”. “Kamu bener-bener hebat sayang.., oowww.., uuhh.., tan.., tante.., mau keluar hampiirr.., aahh..”, gerakan pinggulnya yang liar itu semakin tak karuan, tak terasa sudah lima belas menit kami berkutat. “oohh memang enaak tante, oohh.., Tante Sofi. Tante Sofi, oohh.., tante, oohh.., nikmat sekali tante, oohh..” aku bahkan tak mengerti apa maksud kata “keluar” itu. Aku hanya peduli pada diriku, kenikmatan yang baru pertama kali kurasakan seumur hidup. Tak kuhiraukan tubuh Tante Sofi yang menegang keras, kuku-kuku tangannya mencengkeram punggungku, pahanya menjepit keras pinggangku yang sedang asyik turun naik itu, “aahh.., Di.., dii.., tante ke..luaarr laagii.., aahh”, vagina Tante Sofi terasa berdenyut keras sekali, seperti memijit batangan penisku dan uuhh ia menggigit pundakku sampai kemerahan. Kepala penisku seperti tersiram cairan hangat di dalam liang rahimnya. Sesaat kemudian ia lemas lagi. “Tante capek? Maaf tante kalau saya keterlaluan..”. “mm.., nggak begitu Di, yang ini namanya tante orgasme, bukan kamu yang salah kok, justru kamu hebat sekali.., ah, ntar kamu tahu sendiri deh.., kamu tunggu semenit aja yah, uuhh hebat”. Aku tak tahu harus bilang apa, penisku masih menancap di liang kemaluan Tante Sofi. “Kamu peluk tante dong, mm”. “Ahh tante, saya boleh lanjutin nggak sih?”. “Boleh, asal kamu jangan goyang dulu, tunggu sampai tante bangkit lagi, sebentaar aja. Mainin susu tante saja ya?”. “Baik tante..”. Kau tak sabar ingin cepat-cepat merasakan nikmatnya “keluar” seperti Tante Sofi. Ia masih diam saja sambil memandangiku yang sibuk sendiri dengan puting susu itu. Beberapa saat kemudian kurasakan liang vaginanya kembali bereaksi, pinggulnya ia gerakkan. “Di..”. “Ya tante?”. “Sekarang tante mau puasin kamu, kasih tante yang di atas ya, sayang.., mmhh, pintar”. Posisi kami berbalik. Kini Tante Sofi menunggangi tubuhku. Perlahan tangannya kembali menuntun batang penisku yang masih tegang itu memasuki liang kenikmatannya, dan uuhh terasa lebih masuk. Tante Sofi mulai bergoyang perlahan, payudaranya tampak lebih besar dan semakin menantang dalam posisi ini. Tante Sofi berjongkok di atas pinggangku menaik-turunkan pantatnya, terlihat jelas bagaimana penisku keluar masuk liang vaginanya yang terlihat penuh sesak, sampai bibir kemaluan itu terlihat sangat kencang. “oohh enaak tante.., ooh Tante Sofi.., ooh Tante Sofi.., oo tante.., hmm, enaak sekali.., oohh..” kedua buah payudara itu seperti berayun keras mengikuti irama turun naiknya tubuh Tante Sofi. “Remees susu tante sayang, oohh.., yaahh.., pintar kamu.., oohh.., tante nggak percaya kamu bisa seperti ini, oohh.., pintar kamu Didi oohh.., ganjal kepalamu dengan bantal ini sayang”, Tante Sofi meraih bantal yang ada di samping kirinya dan memberikannya padaku. “Maksud tante supaya saya bisa.., crup.., crup..”, mulutku menerkam puting panyudaranya. “Yaahh sedot susu tante lagi sayang.., mm.., yak begitu teruus yang kiri sayang oohh”. Tante Sofi menundukkan badan agar kedua buah dadanya terjangkau mulutku. Decak becek pertemuan pangkal paha kami semakin terdengar seperti tetesan air, liang vaginanya semakin licin saja. Entah sudah berapa puluh cc cairan kelamin Tante Sofi yang meluber membasahi dinding vaginanya. Tiba-tiba aku teringat adegan filn porno yang tadi kulihat, “yap.., doggie style!” batinku berteriak kegirangan, mendadak aku menahan goyangan Tante Sofi yang tengah asyik. “Huuhh.., oohh ada apa sayang?”, nafasnya tersenggal. “Saya mau pakai gaya yang ada di film, tante”. “Gaya yang mana, yah.., ada banyak tuh?”. “Yang dari belakang trus tante nungging”. “Hmm.., tante ngerti.., boleh”, katanya singkat lalu melepaskan gigitan vaginanya pada penisku. “Yang ini maksud kamu”, Tante Sofi menungging tepat di depanku yang masih terduduk. “Iya tante..” Hmm lezatnya, pantat Tante Sofi yang besar dan belahan bibir vaginanya yang memerah, aku langsung mengambil posisi dan tanpa permisi lagi menyusupkan penisku dari belakang. Kupegangi pinggangnya, sebelah lagi tanganku meraih buah dada besarnya. “oohh.., ngg.., yang ini hebaat Di.., oohh, genjot yang keras sayang, oohh.., tambah keras lagi.., uuhh..”. “oohh tante.., taann..tee.., oohh.., nikmat tante Sofii..”. Kepalanya menggeleng keras ke sana ke mari, aku rasa Tante Sofi sedang berusaha menikmati gaya ini dengan semaksimal mungkin. Teriakannyapun makin ngawur. “oohh.., jangan lama-lama lagi sayang tante mau keluar lagi ooh..” aku menghentikan gerakan dan mencabut penisku. “Baik tante sekarang.., mm, coba tante berbaring menghadap ke samping, kita selesaikan dengan gaya ini”. “Goodness! Kamu sudah mulai pintar sayang mmhh”, Tante Sofi mengecup bibirku. Perintahkupun diturutinya, ia seperti tahu apa yang aku inginkan. Ia menghempaskan badannya kembali dan berbaring menghadap ke samping, sebelah kakinya terangkat dan mengangkang, aku segera menempatkan pinggangku di antaranya. Buah penisku bersiap lagi. “aahh tante.., uuhh.., nikmat sekali, oohh.., tante sekarang Tante Sofi, oohh.., saya nggak tahan tantee.., enaak.., oohh”. “Tante juga Didi.., Didi.., Didi sayaangg, oohh.., keluaar samaan sayaang ooh” kami berdua berteriak panjang, badanku terasa bergetar, ada sebentuk energi yang maha dahsyat berjalan cepat melalui tubuhku mengarah ke bawah perut dan, “Craat.., cratt.., craatt.., cratt”, entah berapa kali penisku menyemburkan cairan kental ke dalam rahim Tante Sofi yang tampak juga mengalami hal yang sama, selangkangan kami saling menggenjot keras. Tangan Tante Sofi meremas sprei dan menariknya keras, bibirnya ia gigit sendiri. Matanya terpejam seperti merasakan sesuatu yang sangat hebat. BERSAMBUNG.. http://siezhien.wen.ru