CERITAXXX.XTGEM.COM18/05/11
13
6132
2
TEMAN LAMAKU DI SINGAPORE.
Anggie namaku, orang bilang aku cantik dengan tinggi 170 cm, berat 55 kg, dan Bra-ku size 36 . Usiaku kini 32 tahun, tapi katanya seperti umur 20 -an, bagiku itu karunia Tuhan. Kini aku sudah berkeluarga dengan seorang anak yang lucu & manis usianya sudah 3 tahun.
Sebelum menikah aku pernah sekolah di Singapore selama 2 tahun, di sana aku punya teman dekat(mungkin pacaran kali, padahal aku sudah punya pacar di kota M) itupun hanya sebatas cium bibir saja. Dari dulu aku pacaran tidak pernah melakukan hal yang lebih selain cium bibir, yang lainnya selalu aku jaga hingga ke jenjang perkimpoian. Selesai sekolah aku kembali ke kota M, setahun kemudian aku menikah dengan teman kuliahku yang sudah 6 tahun bersama-sama, hingga aku lupa dengan teman dekatku di Singapore, tapi aku sempat mengundangnya ternyata ia tak datang. Aku bahagia dengan keluargaku yang kini usia perkimpoian kami meginjak tahun ke-5. Suamiku sangat bangga kepadaku.
"Bunda, kamu tidak hanya cantik tapi sosok istri yang sempurna, wanita karier, pintar masak, dan yang pasti sangat memuaskan di tempat tidur", kata suamiku suatu hari.
"Istri siapa dulu...", jawabku sambil tersenyum.
Memang aku sekarang bekerja di Perusahaan Asing sebagai Marketing Manager yang kadang tugas keluar negeri, tapi aku tidak pernah melupakan kewajibanku sebagai istri, aku selalu berusaha yang terbaik untuk keluargaku.
Pada bulan Februari tahun lalu aku ditugaskan ke Singapore selama 3 hari. Disana aku menginap disalah satu Hotel di Orchard Road. Selepas kerja aku jalan-jalan ingin membeli sesuatu di China Town, waktu aku hendak ke MRT (kereta bawah tanah) aku bertabrakan dengan seorang pria.
"Maaf", katanya. Ingin rasanya aku memarahinya tapi aku malah terkejut karena pria itu adalah teman dekatku dulu.
"Betulkah ini Anggie?", tanya. "Abang Hanif yach?", aku balik tanya. Kami bersalaman, selintas dimatanya kulihat ada kerinduan.
"Abang patah hati mendengar Anggie menikah, tapi apa mau kata, tak apalah, abangpun kini sudah menikah setahun yang lalu", katanya agak lirih.
"Istri abang tak dibawa?", tanyaku.
"Dia tinggal di KL (Kuala Lumpur) tak di sini", jawabnya.
Akhirnya Abang Hanif mengantarkanku jalan- jalan dan kita saling tukar cerita. Pukul 8 malam aku kembali ke hotel. Abang hanya mengantarkanku sampai depan pintu.
"Besok Abang boleh sini?".
"Bolehlah bang, jawabku.
Keesokan harinya selepas pulang kerja aku baru saja selesai mandi dan berpakaian, bunyi ketukan pintu terdengar, ternyata abang benar- benar datang. Kemudian kami ngobrol-ngobrol di sofa sambil nonton televisi. Abang mulai memegang tanganku, gemetar rasanya (seumurku sekarang aku baru berpacaran 2 kali, dengan suamiku dan yang kini kuhadapi).
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, seorang pelayan mengantar minuman yang telah aku pesan sebelumnya. Aku berdiri mengambil minumannya.
"Bang, ini minuman kesukaan Abang".
"Oh..., Sayangku (ia dulu selalu memanggilku sayang) kamu masih ingat yach?", tanpa setahuku ia memelukku dari belakang, jantungku berdetak cepat.
"Bang..., bang lepaskan nanti minumannya tumpah, ia mengambil gelas yang aku pegang dan meminumnya sampai habis.
"Haus apa suka", candaku.
"Eehh..., ia malah memelukku erat, mengangkat mukaku, dikecupnya keningku, mataku, kemudian bertemu dibibirku yang mulai bergetar, kami saling berpaut. Oh..., Tuhan apa yang terjadi bisih hatiku.
Selanjutnya ia menggendongku ke tempat tidur di baringkannya, diusap- usap rambutku sambil berkata "Abang sangat merindukanmu..., sayangku", sambil ia kecup keningku yang pada akhirnya kami saling melumat lagi, sebenarnya akupun merindukannya tapi tak bisa terucapkan. Deru nafas kami mulai tak terarah, tangannya mulai menyelusuri tubuhku.
"Bang..., bang..., jangan kita sudah menikah", kataku lirih, tapi ia malah melumat bibirku sehingga aku tak kuasa. Ia memasukkan tangannya kedalam bajuku dan bersinggah di dua bukitku, dibukanya braku, bajuku hanya CD yang tersisa kemudian ia buka sendiri bajunya.
"Yang.., indahnya dadamu", diremas lembut dadaku, dihisapnya putingku, aku bergelinjang kegelian. Ahh..., ahh..., ahh, itu saja yang terucap olehku. Sambil menciumi dadaku tangannya mulai mengusap-usap pahaku, kini CD-ku sudah ditanggalkannya, dan tangannya sudah bersarang di hutan yang lebat, ia mainkan clitku yang mulai basah.
"oohh..., ohh...' oohh aku makin mengerang. Ciumannya perlahan turun ke perutku, turun lagi ke pahaku dijilatnya bergantian sampai akhirnya hutan yang lebat itu ia selusuri, dimainkannya clitku dengan lidahnya, dihisap, dijilat.
"Ooh..., oohh..., ooh, bergetar seluruh tubuhku. Tanganku pun tak ambil diam aku usap- usap senjatanya yang begitu besar dan kokoh, kuurut-urut, "oohh..., ohh..., ia mulai mengerang.
Tanpa kami sadari posisi kami kini 69, kami saling isap, saling jilat, hanya erangan kenikmatan yang kami rasakan. Setelah kami merasa puas, ia baringkan aku, dimasukannya senjatanya itu perlahan- lahan, gerakannya naik- turun membuat kami tak menentu.
"Ohh..., oohh..., ohh bang terus..., bang, aku putar- putar pantatku seirama gerakkannya. oohh..., my girl I am coming.., Abang tak kuasa", katanya. Aku putar badannya sehingga posisiku di atas dan ia terduduk. Kini aku yang naik-turun sambil ia remas dan isap dadaku. "OOhh.., oohh.., oohh..., ayo, augh", gerakan kami kian lama kian mengencang dan akhirnya kami mencapai kenikmatan bersama- sama. "Terima kasih sayangku", sambil ia kecup keningku.
"Kamu adalah wanita yang paling sempurna di mataku", katanya lagi. Tak ada kata yang bisa kuucapkan, aku hanya terdiam lemas.
Keesokan harinya aku balik ke kota M. Abang antar aku ke changi airport, sebelum aku naik pesawat aku bisikkan, "Bang yang kemarin terjadi itu rahasia kita berdua, yach?", ia mengangguk sambil mengecup keningku.
Itulah kejadian setahun yang lalu, aku coba untuk melupakannya yang bagiku pertama dan terakhir, semoga abangpun di sana demikian.
TAMAT...
WAWANCARA NIKMAT.
Perkenalkan, nama saya Aidit. Usiaku saat ini 38 tahun dengan tinggi badan 165 cm, berat badan 59 kg, warna kulit antara putih dan hitam, rambut hitam lurus. Saya tinggal pada salah satu kota Kabupaten di Sulsel bersama seorang istri dan 3 orang anak. Sehari-harinya saya bekerja sebagai pengelola jasa, khususnya di bidang pengetikan komputer dan penyusunan karya ilmiah.
Ceritanya begini. Pada bulan Agustus tahun lalu, saya kebetulan menerima pesanan karya ilmiah dari seorang mahasiswi pada salah satu Perguruan Tinggi Swasta di kota tempat tinggal saya, judulnya "PACARAN SEBELUM KAWIN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KERHARMONISAN RUMAH TANGGA". Sesuai perjanjian saya dengan mahasiswi tersebut (namanya panggil saja 'Ati'), bahwa pengumpulan data-dada yang akan dimuat dalam karya ilmiah itu menjadi tanggung jawab Ati selaku mahasiswi yang akan mempertanggung jawabkan isinya di depan penguji.
Setelah Ati mengajukan proposal atau draft karya ilmiah yang telah saya susun sesuai pesanannya dan telah mendapat persetujuan dari ketua jurusan dan dosen pembimbingnya, saya lalu meminta dia untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan judulnya itu, baik dengan cara mencari buku-buku rujukan maupun dengan cara melakukan penelitian melalui wawancara dengan beberapa orang yang telah berumah tangga, terutama terhadap mereka yang kebetulan pacaran sebelum nikah. Meskipun sebenarnya banyak buku-buku yang berkaitan dengan judul tersebut, namun selain saya ingin mengetahui fakta-fakta di masyarakat tentang pengaruh pacaran sebelum nikah, juga untuk memanfaatkan judul itu agar saya bisa mengorek pengalaman berpacaran dari beberapa orang yang telah menjadi suami istri.
Setelah berjalan sekitar 2 minggu, Ati datang ke rumah membawa beberapa buku rujukan, namun ia tidak membawa sedikitpun data hasil wawancara dengan orang lain sesuai permintaan saya, dengan alasan ia merasa malu, segan dan tidak mampu wawancara, padahal daftar pertanyaannya telah saya berikan sejak awal.
"Aduh Kak, saya kesulitan memperoleh data wawancara, karena saya merasa malu dan takut tidak dilayani orang, apalagi saya ini kan masih gadis" katanya sambil meletakkan beberapa buku rujukan karya ilmiahnya di depan saya.
"Ngga apa-apa jika memang hal itu masih agak sulit adik dilakukan, saya maklumi alasannya itu kok, apalagi adik tidak dibekali izin penelitian dari pemerintah, bisa- bisa adik disangka punya maksud lain. Nanti kita lihat bagaimana caranya yang terbaik agar penyusunan karya ilmiah ini tetap berjalan sesuai rencana" demikian kata saya sambil mencoba menenangkan perasaannya agar ia tidak merasa putus asa.
Hanya dalam tempo 3 minggu saya sempat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah itu, namun saya masih tetap tidak print, karena rencana ujian meja Ati masih jauh yakni nanti pada Bulan Oktober 2001 (masih berkisar 2 bulan lagi). Saya terus mencari akal bagaimana caranya agar keinginan saya tadi bisa terwujud. Saya mencoba menghubungi di rumahnya lewat telepon dan minta agar dia datang ke rumah saya guna membicarakan masalah kelanjutan penyusunan karya ilmiah itu. Setelah Ati datang ke rumah saya pada hari itu juga, saya menawarkan bantuan.
"Bagaimana jika saya sendiri membantu adik melakukan wawancara dengan beberapa kenalan saya, yang kebetulan saya ketahui telah pacaran sebelum nikah? apakah adik tidak keberatan?" begitulah tawaran saya pada Ati ketika kami duduk bersama pada ruang tamu di rumah saya, apalagi Ati nampak bingung dan kesulitan memperoleh data wawancara waktu itu.
"Justru saya sangat setuju Kak, dan berterima kasih pada Kak atas kesediannya membantu saya. Saya bersedia memberikan segala biaya yang Kak butuhkan selama dalam proses penelitian wawancara itu". Dimikian jawaban Ati atas tawaran saya itu, seolah dia sangat gembira dan bersemangat mendukung tawaran saya itu.
Ati adalah anak satu- satunya perempuan dari 3 bersaudara. Dia anak seorang pengusaha beras yang tergolong kaya di daerah kami, sehingga tak heran bila Ati bersedia membayar biaya-biaya yang saya butuhkan dalam proses penyusunan karya ilmiahnya. Karenanya, saya berani menawarkan bantuan kepadanya, selain untuk memperoleh maksud tertentu saya itu juga untuk memperoleh tambahan penghasilan dari Ati. Bahkan Ati sempat menawarkan kendaraan sepeda motor Honda Supra yang dipakainya kepada saya untuk saya gunakan selama proses wawancara di lapangan, tapi saya tidak menerimanya karena saya masih punya sepeda motor sendiri yang bisa saya gunakan dalam proses wawancara itu, lagi pula biar Ati merasa berutang budi pada saya nantinya.
Setelah saya membuat Surat Kuasa Penelitian dan minta tanda tangannya, Ati lalu pamit untuk pulang ke rumahnya. Keesokan harinya, sayapun mulai bereaksi. Mula-mula saya datangi tetangga dekat yang saya kenal pacaran sebelum nikah dengan membawa sejumlah pertanyaan spekulatif yang bisa menjebak para responden. Tentu saja saya terlebih dahulu mempersiapkan beberapa kriteria responden dan syarat- syarat wawancara, termasuk usianya tidak terlalu lanjut, punya penampilan yang menarik, punya waktu dan kesempatan yang banyak untuk diwawancarai, jujur, terbuka, tidak terlalu ketat kontrol dari suaminya sebab obyek penelitian saya, khusus bagi wanita saja serta beberapa syarat lain yang bisa mewujudkan impian saya, termasuk salah satu syarat utamanya adalah bersedia menandatangani kesepakatan rahasia wawancarapa pada siapapun, khususnya kepada suami mereka.
Hampir semua responden yang saya wawancarai merasa senang dan tidak menolak ketentuan wawancara yang saya ajukan, sebab mereka itu rata-rata kenalan saya, bahkan ada di antara mereka bekas pacar atau sahabat saya, sehingga tanpa saya janjikan apa- apapun mereka nampaknya tetap bersedia untuk diwawancarai dan ingin agar wawancara itu berjalan lama dan berulang-ulang kali, apalagi kami lakukan rata-rata di tempat khusus yang sengaja saya sediakan untuk wawancara, termasuk di kamar-kamar penginapan atau hotel dan di rumah-rumah sahabat saya.
Ida (nama samaran) adalah wanita berusia 35 tahun sebagai responden yang pertama kali saya wawancarai. Dia kebetulan tetangga dekat saya, yang sehari- harinya saya temani ngobrol tentang berbagai hal, termasuk soal berpacaran, meskipun suaminya selalu di sampingnya, tapi dia orangnya suka humor, terbuka dan lugu, bahkan seringkali humor soal-soal porno, termasuk hubungannya dengan suaminya. Pada hari itu, suaminya kebetulan ke kota Makassar mengikuti pertemuan organisasi usaha yang dikelolanya (sebutlah pelatihan) selama beberapa hari. Tentu saja kesempatan seperti itu yang saya tunggu-tunggu.
"Ida, kemana suaminya kok ngga kelihatan?" tanya saya ketika saya sedang menemuinya di depan rumah kami sambil berpura-pura tidak tahu, meskipun sebelum suaminya berangkat ke Makassar sempat kami bincang- bincang mengenai rencana keberangkatannya itu.
"Ke Makassar Kak Dit, kebetulan dia dapat rekomendasi dari Depnaker untuk ikut pelatihan selama sepekan di Makassar" jawabnya.
Setelah kami bincang- bincang sebagaimana layaknya tetangga dekat, saya lalu menyampaikan maksud utamaku padanya.
"Mau ngga Dik Ida membantu saya, sebab kebetulan saya mempunyai masalah yang berkaitan dengan profesi saya, dan nampaknya adik Ida merupakan salah seorang yang dapat saya harapkan membantu menyelesaikannya" tanya saya pada Ida dengan santai sambil saya sedikit tersenyum padanya.
"Masalah apa Kak Dit, mudah-mudahan saya bisa dan mampu membantu, apalagi kita ini kan sudah seperti keluarga atau saudara sendiri" katanya lebih lanjut.
"Ngga berat kok, hanya saya butuh informasi yang jelas dari adik Ida", kata saya terus terang padanya.
"Tentang apa itu Kak Dit? saya rasanya kurang banyak mengetahui informasi" tanyanya seolah bingung dan serius ingin mengetahui masalahku.
Setelah saya melihat Ida kebingungan dan seolah ingin cepat mengetahui masalah saya yang perlu bantuan dari dia, saya lalu mengajak masuk ke rumahnya dengan alasan kurang sopan jika saya menyampaikannya di luar rumah. Ia pun bergegas masuk dan mempersilahkan saya duduk di kursi plastiknya yang ia telah siapkan. Setelah kami duduk berhadap-hadapan, sambil meletakkan di atas meja beberapa lembar kertas yang saya bawa, seperti surat kuasa penelitian dari Ati, ketentuan wawancara dan lain-lainnya, saya lalu berkata terus terang padanya.
"Begini Dik Ida, ada seorang Mahasiswi yang sedang saya susun karya ilmiahnya, yang kebetulan kesulitan mendapatkan data-data wawancara tentang judulnya, sebab berkaitan dengan masalah kehidupan suami istri, maklum ia masih gadis. Jadi terpaksa ia minta tolong dan menguasakan pada saya untuk mengambil data-data dari beberapa orang yang telah berkeluarga, termasuk adik Ida, siapa tahu mau berbaik hati memberikan informasi yang jelas, jujur, terbuka dan penuh keikhlasan" demikian penjelasan saya secara rinci terhadap Ida.
Mendengar penjelasan saya itu, dia tiba-tiba tertawa kecil lalu diam sejenak seolah ragu dan malu mengutarakan soal-soal kehidupan rumah tangganya. Namun, setelah berfikir sejenak dan mempertimbangkan tawaran saya itu, akhirnya dia meraih dan membaca lembar per lembar kertas yang saya letakkan di depannya itu tanpa bersuara sedikitpun.
Setelah dia baca dan paham isinya, dia lalu berkata, "Ngga apa- apalah, asalkan Kak mau merahasiakan pada suami saya dan pada orang lainnya tentang informasi yang saya berikan mengenai kehidupan rumah tangga kami bersama suami. Kebetulan Ida hanya sendiri di rumahnya waktu itu, sebab ia belum dikaruniai seorang anak, meskipun telah beberapa tahun menjalani kehidupan rumah tangga dengan suaminya.
Setelah menyatakan kesediaannya dan menandatangani perjanjian wawancara yang saya sodorkan, Ida lalu bertanya, "Apa yang ingin Kak Dit tanyakan pada saya, silahkan diajukan satu- persatu, nanti saya berikan jawaban seadanya" katanya.
Saya mulai membuka susunan pertanyaan yang telah saya sediakan sebelumnya dan mulai mengajukan pertanyaan pada dia secara berurutan. Dari 27 nomor pertanyaan yang saya siapkan, hanya 11 pertanyaan yang sempat saya ajukan dan dijawab oleh Ida pada waktu pertemuan pertama itu, sebab Ida nampaknya terlalu serius menjawab dan mencermati makna pertanyaan saya, sehingga kondsi wawancara kami seolah dipengaruhi oleh suasana lain yang tiba- tiba menyerang konsentrasi berpikir kami, khususnya pada pertanyaan yang ke 11.
"Karena adik Ida menjawab tadi bahwa sebelum nikah dengan suaminya, adik telah bersetubuh beberapa kali dengan calon suaminya di bawa kolom jembatan, bagaimana awal kejadiannya saat itu? tolong dijelaskan satu persatu mulai dari pertama kali bersetubuh hingga yang terakhir kalinya sebelum nikah, termasuk proses selama berlangsungnya persetubuhan anda, misalnya waktu calon suami adik itu memegang tangan adik, mencumbu, memeluk, meremas payudaranya, membuka kancing baju dan celana dalam adik, memasukkan penis dan menggocok memek adik serta posisi yang diterapkannya hingga adik mencapai puncak persetubuhannya" itulah rentetan pertanyaan dan permintaan akhir saya pada Ida saat itu dalam poin 11, sambil meminta ia sedikit memperagakan di depanku.
Ida adalah sosok wanita yang cukup mulus dan nampaknya memiliki gairah seks yang tinggi serta sedikit agak simpatik pada saya selama ini sebagaimana nampak dari perbincangan kami sehari-hari. Tidak heran jika ia rela dan tidak segan-segan menuruti semua permintaan saya saat itu, termasuk ia menunjukkan sedikit aksinya di depan saya seolah ingin merangsang saya, meskipun sejak awal saya memang telah terangsang akibat pakaian yang dikenakannya agak tipis dan sedikit ketat, terutama celana kain yang dikenakannya sedikit ditarik agak ke atas sehingga ujungnya berada di atas lututnya. Tangan saya ikut lebih memperjelas ucapkanku dengan sengaja menunjuk dan menyentuh bagian- bagian yang kminta untuk diperagakan sedikit, sehingga wawancara kami waktu itu berjalan semakin tak karuan namun cukup seru. Demikian asyik dan seriusnya memperagakan aksinya di depan saya mengenai persetubuhannya di kolom jembatan bersama dengan pacar atau calon suaminya waktu itu, sehingga Ida tidak terpokus lagi pada pertanyaan dan permintaan saya tadi, malah ia mejawab lebih dari yang kuminta yakni dengan cepatnya berdiri dan melangkah ke pintu lalu mengunci rapat- rapat. Saya heran dan gembira, karena tindakannya mulai mengarah kepada apa yang saya niatkan yakni menikmati tubuhnya yang ramping dengan kulit yang putih mulus itu.
Kegembiraan saya itu bertambah ketika Ida tiba-tiba memegang tangan kanan saya dan menuntun saya masuk ke kamar tidurnya. Setelah kami berdua berada dalam kamarnya itu, Ida dengan cepatnya mengunci pintu kamar, lalu kembali menarik tangan saya hingga kami duduk berdampingan di tepi rosban tempat tidurnya. Saat itu saya hanya nurut dan diam seribu bahasa mengikuti aksinya.
Tidak lama setelah itu, Ida tiba-tiba berdiri di depan saya sambil berkata, "Jika kakak serius ingin mengetahui jawabanku atas pertanyaan Kak tadi, maka inilah jawabannya.. " kata-kata itu diucapkannya dengan tegas sekali, namun sedikit berbisik sambil mempreteli sendiri pakaian yang dikenakannya seolah ia ingin membuka seluruh pakaiannya sekaligus.
Ketika Ida sudah bugil sambil berdiri di depan saya, kontan saja saya ikut berdiri dan langsung meraih kepalanya dan menariknya ke depan sehingga bibir kami saling bersentuhan, berpagutan, bahkan saling mengisap bibir dan lidah tanpa kami bicara sedikitpun. Kebisuan kami itu berlangsung agak lama, namun tangan, bibir dan seluruh tubuh kami sangat aktif menjalankan aksinya masing-masing, termasuk dengan gegasnya Ida mempreteli seluruh pakaian yang menutupi tubuhku, sehingga kami berpelukan dalam keadaan sama-sama bugil. Setelah puas berpagutan dan berpelukan, saya lalu melepaskan pagutan itu dan memindahkan mulutku ke kedua payudara mulus dan putihnya yang tertancap ke depan dan sedikit mengeras, namun ukurannya cukup sederhana. Maklum ia belum pernah meneteki seorang bayi, bahkan belakangan baru saya tahu kalau suaminya pun sangat pasif ketika bersetubuh dengannya, sehingga teteknya itu jarang sekali disentuh oleh mulut suaminya.
Hampir seluruh tubuhnya saya jilati mulai dari bagian atas hingga ke bagian bawa. Ketika saya mengisap puting susunya, Ida menggelinjang-gelinjang kegelian bercampur nikmat, sesekali ia mengeluarkan nafas terengah-engah sebagai tanda nikmat yang dirasakannya. Mungkin karena nikmat yang dirasakannya tak tertahankan lagi sampai- sampai ia meraih rambut kepalaku lalu menggigit- gigitnya dan menarik- narik dengan mulutnya. Isyarat itu mendorong saya untuk menghentikan mengisap kedua teteknya, namun kali ini saya alihkan jilatanku ke perut dan turun ke selangkangannya bahkan sempat saya dengar suara dari mulutnya..
"Aduhh Kak, rasanya enak sekali aku ngga tahan lagi nih", sehingga saya tambah bergairah dan mulai tak terkontrol nafasku, apalagi ketika ia meraih kontolku yang sejak tadi mengeras dan berdiri. Meskipun ukuran kontolku itu tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil untuk ukuran penis Indonesia. Semakin saya percepat jilatanku pada lubang memeknya yang sedikit berbulu itu, namun agak montok, Ida juga semakin mempercepat dan memperkuat tarikan tangannya pada kontolku, seolah ia mau membawa lebih dekat dengan memeknya.
Ketika kumasukkan lidahku lebih dalam ke lubang memeknya yang basah itu, ia sempat melenguh, "Aahh.. sstt" hanya itu suara yang sempat terdengar di telingaku, namun pada saat saya sedikit menggigit-gigit kelentitnya yang mungil dan indah dipandang mata itu, ia tiba-tiba berteriak agak keras sambil tertawa kecil..
"Uuhh.. aahh.. mm.. saa.. kiit.. Kak.. ha.. hah.. hah" suaranya tiba-tiba seolah ia mengeluarkannya tanpa disadari.
Untung waktu itu tidak ada orang lain yang mendengarnya, sebab jika ketahuan kami bisa malu dan dibunuh oleh tetangga dan dilaporkan pada suaminya Ida. Kebetulan tetangga kami pada keluar ke tempat kerjanya, sedang istri saya lagi ke pasar belanja.
Karena kami mulai terasa capek dan nampak tak mampu lagi menahan gejolak nafsu birahi dari dalam, maka setelah puas menjilati memeknya dan tarikan tangan Ida atas kontol saya semakin keras, saya lalu menggotong Ida yang sedang bugil itu ke tempat tidurnya, lalu meletakkan tubuhnya di atas kasur sambil dengan terlentang dan secara pelan-pelan saya renggangkan kedua pahanya yang sedang menjepit memeknya yang basah.
Ida nampaknya lemas sekali dan tidak bergerak sedikitpun seolah ia pingsang, namun matanya sedikit terbuka memperhatikan gerakan saya dan seolah mengharapkan sekali agar saya mempercepat masuknya kontol saya ke memeknya, meskipun ia tidak mampu lagi berkata-kata. Sikap seperti itu tentu saja saya bisa baca atas dasar pengalaman saya dengan istriku setelah ia terangsang sekali. Pelan tapi pasti, sambil memagut kembali bibir Ida dan meremas susunya, kontolku ikut aktif maju ke depan hingga sedikit menyentuh bibir vagina Ida yang sudah mulai licin, basah dan agak menganga menunggu tancapan kontolku, seolah kontolku itu melihat sehingga tanpa bantuan kedua mata kepalaku kontol itu bisa menemukan sendiri sasarannya dengan tepat.
"Kak, masukkan cepat donk, dorong lebih keras lagi biar amblas seluruhnya" demikian secara tiba-tiba suara itu keluar dari mulut Ida ketika ujung kontolku mulai bergeser 1 cm masuk ke lubang paginanya sambil ia tarik pinggulku erat-erat seolah ia ingin memaksakan kontolku masuk sekaligus. Namun, karena menurut Ida kontolku agak lebih besar daripada kontol suaminya, maka wajar saja bila mulanya kami agak kesulitan memasukkannya dengan cepat sesuai harapan Ida, melainkan memerlukan kesabaran, kerjasama yang baik dan teknik yang tepat.
Setelah saya maju mundurkan dan gerakkan ke kiri dan ke kanan yang dibantu pula oleh Ida dengan gerakan yang sama, akhirnya sedikit demi sedikit kontol itu mampu menembus lubang memek Ida yang paling dalam. Begitu dalamnya menancap, sehingga Ida sempat mendorong pinggul saya karena merasa sedikit kesakitan ketika saya mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi lalu mendorong dengan kerasnya kontol saya ke dalam memeknya. Terasa memang ujung kontol saya menyentuh sesuatu dalam vagina Ida. Namun, hal itu tidak mengurangi kenikmatan persenggamaan kami, melainkan semakin nikmat, terbukti dari suara kami saling memburuh dan bergantian keluar sebagai tanda nikmat.
Semakin lama gocokan kontol saya atas memek Ida semakin cepat dan semakin nikmat pula, hingga pada menit 30 sejak masuknya kontol saya pada lubang vagina Ida, saya merasakan ada gejolak yang memaksa dari dalam kontol saya.
"Bagaimana Ida, enak? apa masih lama bisa bertahan?" tanya saya pada Ida ketika mulai terasa ada aliran hangat yang menelusuri batang kontolku.
"Ra.. raa.. sanya, sudah mau keluar nih, percepat gocokannya Kak" jawab dan pintanya sambil memeluk erat pinggul saya.
"Boleh saya keluarkan di dalam memekmu?" tanya saya dengan cepat sebelum betul-betul aliran itu tiba pada puncaknya.
"Di dalam saja Kak, siapa tahu saya bisa membuahi spermamu, biar saya punya anak" jawabnya dengan penuh harap sambil memelukku dengan eartnya seolah takut saya keluarkan di luar.
Beriringan dengan pintanya pada saya tadi, Ida terasa gemetar dan sedikit menggigit leherku, dan pada saat itu pula saya merasakan ada cairan hangat yang lepas dari ujung kontolku, sehingga terasa pertemuannya dan kenikmatannya tidak dapat saya gambarkan dan menyetarakan dengan kenikmatan sebelumnya. Sungguh betul-betul puncak kenikmatan, sorga duniawi dan segalanya dalam hidup saya, entah menurut Ida.
Walaupun kami sudah sama-sama mencapai puncak kenikmatan itu, tapi rasanya kami tidak ingin saling melepaskan rangkulan kami, entak kenapa, tapi yang jelas, saya baru kali ini merasakan puncak persetubuhan dengan perempuan yang luar biasa nikmatnya, hanya sayangnya Ida adalah istri orang lain dan bukan ditakdirkan jadi pasangan sex saya seumur hidup. Di samping itu, saya sedikit menyesal menyemprotkan sperma saya ke dalam vagina Ida tanpa sadar betul, sebab jangan-jangan betul apa yang diharapkan Ida menjadi kenyataan yakni menjadi janin, bisa-bisa ketahuan suami Ida yang sudah lama berusaha menghamili istrinya, namun tidak pernah jadi kenyataan. Tapi jika hal itu terjadi, Ida pasti cari akal untuk meyakinkan suaminya kalau anak yang dikandungnya itu adalah berkat usaha mereka berdua. Setelah keputusan itu muncul di pikiranku, saya lepaskan pelukanku dan mencoba istirahat sejenak dengan harapan saya akan lanjutkan ronde berikutnya, sebab posisi atau gaya sex yang sempat kami peraktekkan tadi baru satu macam, sementara masih banyak gaya- gaya yang akan kutunjukkan Ida.
Belum saya berhenti berfikir dan menikmati istirat, kami terpaksa mendadak berdiri dan buru-buru mengenakan pakaian kami masing- masing, karena tiba-tiba suara istriku dari rumah terdengar "Mana Bapak, cari Bapak nak, mungkin ada di rumah tetangga" kata istriku sepulang dari pasar yang membuat kami kaget dan takut kalau-kalau ketahuan, apalagi Ida menutur dengan rapat pintunya setelah sebelumnya jarang ia menutupnya.
Tanpa kami mencuci dan membersihkan kemaluan kami yang berlepotan dengan sperma, Ida dan saya segera bangkit, lalu Ida buru-buru membuka pintunya. Setelah ada isyarat dari Ida bahwa aman di luar, maka saya segera meraih berkas wawancaraku lalu keluar dengan biasa-biasa dan langsung ke rumah. Setelah istriku menanyakan dari mana saya tadi, maka saya hanya beralasan bahwa saya hanya sekedar jalan-jalan keliling kompleks rumah saya. Tiba di rumah, saya langsung masuk ke kamar memeriksa celanaku kalau-kalau ada noda sperma yang melekat, namun tidak sedikitpun kecuali hanya ada basah sedikit pada celana dalamku, itupun tidak sampai dapat diketahui oleh istriku. Baru kuingat sesaat setelah kami menyelesaikan permainan tadi, saya sempat melapnya dengan kain Ida yang ada di dekat kasurnya.
Dalam pikiran saya di rumah bahwa muda- mudahan Ida masih mau dan bersedia mengulangi persenggamaan itu pada waktu-waktu yang akan datang, tentunya pada saat suaminya tidak ada di rumah. Dalam hatiku meyakinkan bahwa pasti Ida tidak menolak sebab ia betul-betul merasakan kepuasan yang luar biasa tadi, yang menurutnya belum pernah dirasakan dari suaminya. Walaupun wawancaraku terputus sebelum seluruh pertanyaan saya ajukan dan dijawab oleh Ida, namun cukup memuaskanku, bahkan itulah harapan utama saya melakukan wawancara, pengumpulan data hanyalah alasan yang saya buat-buat, sebab itu bisa saja saya rekayasa, lagi pula karya ilmiah Ati tinggal di print. Sebelum saya mewawancarai wanita lain, saya akan berusaha menuntaskan semua gaya sex yang saya ketahui terhadap Ida, apalagi masih banyak pertanyaan saya yang tersisa belum saya ajukan pada Ida pasti ia bersedia jika ada kesempatan kelak.
Memang betul cita-citaku itu dapat terlaksana dengan Ida tidak lama setelah peristiwa yang pertama itu, bahkan berlanjut pada beberapa wanita pilihan saya yang lainnya. Tapi saya belum sempat mengisahkannya pada dalam cerita ini, sebab terlalu panjang untuk diceritakan. Untuk itu, bagi teman-teman yang berminat membacanya, silahkan tunggu lanjutannya pada episod dan kesempatan berikutnya, saya jamin lebih menarik dan lebih seru lagi. Jika ada di antara pembaca yang ingin berkenalan denganku atau mau mengoreksi atau mengomentari kisahku ini, silahkan hubungi emailku di: sappa_nyameng@telk om.net, saya akan berusaha membalasnya.
TAMAT...
TANTE VIDA YANG SINTAL .
Nama saya Dodi. Sekarang saya masih kuliah di Universitas dan Fakultas paling favorit di Yogyakarta. Saya ingin menceritakan pengalaman saya pertama kali berkenalan dengan permainan seks yang mungkin membuat saya sekarang haus akan seks.
Waktu itu saya masih sekolah di salah satu SMP favorit di Yogyakarta. Hari itu saya sakit sehingga saya tidak bisa berangkat sekolah, setelah surat ijin saya titipkan ke teman terus saya pulang. Ketika sampai di rumah Papa dan Mama sudah pergi ke kantor dan Mama pesan supaya saya istirahat saja di rumah dan Mama sudah memanggil Tante Vida untuk menjaga saya. Tante Vida waktu itu masih sekolah di sekolah perawat. Sehabis minum obat, mata saya terasa mengantuk. Ketika mau terlelap Tante Vida mengetuk kamarku.
Dia bilang, "Dod, sudah tidur?"
Saya jawab dari dalam, "Belum, tante!"
Tante Vida bertanya, "Kalau belum boleh tante masuk."
Terus saya bukakan pintu, waktu itu saya sempat kaget juga melihat Tante Vida. Dia baru saja pulang dari aerobik, masih dengan pakaian senam dia masuk ke kamar. Walau masih SMP kelas 2 lihat Tante Vida dengan pakaian gitu merasa keder juga. Payudaranya yang montok seperti tak kuasa pakaian senam itu menahannya. Kemudian dia duduk di samping. Dia bilang, "Dod, kamu mau saya ajari permainan nggak Dod?" Tanpa pikir panjang, saya jawab, "Mau tante, tapi permainan apa lha wong Dodi baru sakit gini kok!"
Tante Vida berkata, "Namanya permainan kenikmatan, tapi mainnya harus di kamar mandi. Yuk" Sambil Tante Vida menggandeng tanganku masuk ke kamar mandi saya. Saya sih mau-mau saja. Kemudian mulai dia melorotkan celana saya sambil berkata, "Wah, burungmu untuk anak SMP tergolong besar Dod." Tante Vida terkagum-kagum. Waktu itu saya cuma cengengesan saja, lha wong hati saya deg- degan sekali waktu itu.
Terus dia mulai membasahi kemaluan saya dengan air, kemudian dia beri shampo, terus digosok. Lama-lama saya merasa kemaluan saya semakin lama semakin keras. Setelah terasa kemudian dia melucuti pakaiannya satu demi satu. Ya, tuhan ternyata tubuhnya sintal banget. Payudaranya yang montok, dengan pentil yang tegang, pantat yang berisi dan sintal kemudian vaginanya yang merah muda dengan rambut kemaluan yang lebat. Kemudian dia berjongkok, setelah itu dia mengulum penis saya, dadanya yang montok ikut bergoyang. Dada dan nafasku semakin memburu. Saya cuma bisa memejamkan mata, aduh nikmatnya yang namanya permainan seks. Kemudian, saya nggak tahu tiba-tiba saja naluri saya bergerak. Tangan saya mulai meremas- remas dadanya, sementara tangan saya yang satu turun mencari liang vaginanya. Kemudian saya masukkkan jari saya, dia meritih, "Akhh, Dodi!" Saya semakin panas, saya kulum bibirnya yang ranum, saya nggak peduli lagi. Setelah bibir, kemudian turun saya ciumi leher dan akhir saya kulum punting susunya. Dia semakin merintih, "Aakhh, Dodi terus Dod!" Saya nggak tahu berapa lama kami di kamar mandi, terus tahu- tahu dia sudah di atas saya. "Dodi sekarang tante kasih akhir permaianan yang manis, ya?" Dia meraih kemaluan saya yang sudah tegang sekali waktu itu. Kemudian dimasukkan ke dalam vaginanya. Kami berdua sama-sama merintih, "Akhh! Lagi tante... lagi tanteee." Terus dia mulai naik turun, sampai saya merasa ada yang meletus dari penis saya dan kami sama-sama lemas. Setelah itu kami mandi bersama-sama. Waktu mandi pun kami sempat mengulangi beberapa kali.
Setelah itu kami berdua sama-sama ketagihan. Kami bermain mulai dari kamar saya, pernah di sebuah hotel di kaliurang malah pernah cuma di dalam mobil. Rata-rata dalam satu minggu kami bisa 2-3 kali bermain dan pasti berakhir dengan kepuasan karena Tante Vida pintar membuat variasi permainan sehingga kami tidak bosan. Setelah Tante Vida menikah saya jadi kesepian. Kadang kalau baru kepingin saya cuma bisa dengan pacar saya, Nanda. Untung kami sama-sama tegangan tinggi, tapi dari segi kepuasan saya kurang puas mungkin karena saya sudah jadi "*********" atau mungkin Tante Vida yang begitu mahirnya sehingga bisa mengimbangi apa yang saya mau. Nah, buat cewek-cewek atau tante-tante bermukim di Yogya yang sama-sama tegangan tinggi, kapan- kapan kita bisa saling berkenalan dan berhubungan. Mungkin kita bisa bermain seperti Tante Vida.
TAMAT...
DHEA KECIL YANG MANIS.
Aku ingat Dhea waktu dia masih kecil. Dia anak temanku yang paling kecil. Dhea benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Dhea untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku. Aku main ke rumah Dhea bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Dhea ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke rumah Dhea aku sudah memastikan bahwa orang tua Dhea sudah tidur dan Dhea ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Dhea sementara orang tuanya tidur di kamar mereka.
Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku harus diam tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan sunyi senyap, dan aku memutuskan untuk masuk. Tubuhku sekarang gemetar. Setiap langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Dhea rumah itu masih gelap dan sunyi senyap. Aku buka pintu dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak keras sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui. Kamar tidur orang tua Dhea ada di lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Dhea memilih langkah selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu. Mata Dhea terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku ada di sebelah ranjangnya mencekik lehernya, sementara tangan kiriku mengcungkan belati di depan wajahnya.
"Diem. Jangan bergerak, jangan bersuara, atau lo mati." aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasa. Kedengarannya bengis dan kejam.
Dhea tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk.
"Kalau aku lepasin tanganku, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher lo." Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil bikin Dhea ketakutan. Dhea langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang.
Selimut yang menutupi tubuh Dhea sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku. Tubuh Dhea langsing dan mungil, dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke tas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya, celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Dhea yang mungil. Aku menindih Dhea dan bergoyang- goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Dhea dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Dhea yang masih ditutup oleh dasternya. Buah dada Dhea masih kecil, yang membuatku makin birahi. Mulutku bersentuhan dengan telinga Dhea.
"Lo benar-benar sempurna. Tetap diam dan aku akan pergi sebentar segera."
Mata Dhea terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Dhea yang indah. Kakinya yang telanjang membuat nafasku berat, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Dhea sempurna buatku. Aku buka kaki Dhea tanpa perlawanan yang berarti, dan membenamkan wajahku, yang membuat Dhea mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangan Dhea, menikmati wangi tubuh Dhea, yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba- raba vaginanya yang tertutup celana dalam dari belakang, meraba, dan akhirnya menusuk- nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Dhea makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku. Kemudian kulihat dia gemetar dan kelihatannya mulai menangis. Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Dhea mulai terangsang oleh jariku.
"Lo suka Dhea? Hei, lao suka tidak?" Dhea hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Dhea sampai lepas.
Aku makin mencium bau tubuh Dhea. Dan aku mulai gila. Aku balik lagi badannya, karena aku tahu aku lebih mudah ngerjain Dhea lewat depan. Dhea berbaring tidak nyaman, berbaring telentang dengan tangan terikat ke belakang, dan telanjang mulai pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat jelas. Ia menatap mataku, air mata membuat pipi Dhea berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Dhea, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku harus memnyuruhnya beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, "Ayo lebih lebar sayang, lho kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis..", Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Dhea tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha berkata sesuatu.
"Lo masih perawan tidak Dhea? Masih? Masih apa tidak."
Dhea terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Dhea agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Dhea yang emang terangsang.
"Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi.."
Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. benar-benar super sempit. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Dhea yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
"Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi."
Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Dhea ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Dhea. Aku lihat lagi buah dada Dhea dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Dhea menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Dhea menjerit serta aku menghentak masuk. Dhea semakin histeris sekarang.
Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Dhea, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Dhea. Aku terus menghentak- hentak di atas tubuh Dhea, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting- banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Dhea dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Dhea. Aku kesetanan merasakan tubuh Dhea, aku meremas setiap bagian tubuh Dhea, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.
Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Dhea. Dhea beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Dhea memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Dhea langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
"Brengsek, tidur ke lantai."
Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Dhea sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Dhea terbenam ke lantai. Dhea masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Dhea tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Dhea. Aku masukkan dari belakang sebelum Dhea sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Dhea dengan tanganku sehingga kepala dan dada Dhea makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Dhea sendiri sekarang mendengking- dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Dhea terangkat.
Dhea benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Dhea sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Dhea dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Dhea yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
"Oh Dhea, sayangku, oh, oh.."
Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Dhea, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Dhea tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus- putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Dhea. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Dhea sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal.
Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Dhea.
".. Makasih sayang", aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.
Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Dhea serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya.
Tamat ...
100% FULL STUDENT SEX 3GPNEW INDOSEXARAB TEENS SEX VIDEOTHREESOME DownloadsNEW MIYABIENAKNYA NGENTOT PERAWAN RINA .
Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di perguruan tinggi di Bandung, dan sekarang sudah tingkat akhir. Untuk saat ini aku tidak mendapatkan mata kuliah lagi dan hanya mengerjakan skripsi saja. Oleh karena itu aku sering main ke tempat abangku di Jakarta.
Suatu hari aku ke Jakarta. Ketika aku sampai ke rumah kakakku, aku melihat ada tamu, rupanya ia adalah teman kuliah kakakku waktu dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia sangat ramah kepadaku. Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Firman. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak- istrinya. Istrinya, Dian, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Rina, duduk di kelas 2 SMP.
Kalau aku ke Jakarta aku sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, aku ditugaskan oleh Firman untuk menjaga putri dan rumahnya karena ia akan pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya. Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. Oleh karena itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, sedangkan anaknya tidak ikut karena sekolah.
Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali aku pulang dari rumah kakakku, karena aku tidak ada kesibukan apapun dan aku pun menuju rumah Firman. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film. Saat melihat rak, di bagian bawahnya kulihat beberapa VCD porno. Karena memang sendirian, aku pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menaruh pembungkus VCD di bawah karpet.
"Hallo, Oom Ryan..!" Rina yang baru masuk tersenyum. "Eh, tolong dong bayarin bajaj... uang Rina sepuluh- ribuan, abangnya nggak ada kembalinya."
Aku tersenyum mengangguk dan keluar membayarkan bajaj yang cuma dua ribu rupiah.
Saat aku masuk kembali.., pucatlah wajahku! Rina duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan kembali video porno yang sedang setengah jalan. Dia memandang kepadaku dan tertawa geli.
"Ih! Oom Ryan! Begitu to, caranya..? Rina sering diceritain temen-temen di sekolah, tapi belon pernah liat."
Gugup aku menjawab, "Rina... kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin."
"Aahhh, Oom Ryan. Jangan gitu, dong! Tuh liat... cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Rina di sekolah lebih serem."
Tak tahu lagi apa yang harus kukatakan, dan khawatir kalau kularang Rina justru akan lapor pada orangtuanya, aku pun ke dapur membuat minum dan membiarkan Rina terus menonton. Dari dapur aku duduk- duduk di beranda belakang membaca majalah.
Sekitar jam 7 malam, aku keluar dan membeli makanan. Sekembalinya, di dalam rumah kulihat Rina sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan... astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis. Tubuh mudanya yang sudah mulai matang terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan terus masuk menyiapkan makanan.
Setelah makanan siap, aku memanggil Rina. Dan.., sekali lagi astaga... jelas ia tidak memakai BH, karena puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku semakin gelisah karena penisku yang tadi sudah mulai "bergerak", sekarang benar-benar menegak dan mengganjal di celanaku.
Selesai makan, saat mencuci piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan dari celah itu. Aku semakin gelisah. Selesai mencuci piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.
"Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..?"
"Ah, gampang! Semut lagi push -up! Kan ada di tutup botol Fanta! Gantian... putih-biru- putih, kecil, keringetan, apa..?"
Rina mengernyit dan memberi beberapa tebakan yang semua kusalahkan.
"Yang bener... Rina pakai seragam sekolah, kepanasan di bajaj..!"
"Aahhh... Oom Ryan ngeledek..!"
Rina meloncat dari sofa dan berusaha mencubiti lenganku. Aku menghindar dan menangkis, tapi ia terus menyerang sambil tertawa, dan... tersandung!
Ia jatuh ke dalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah dalam posisi itu. Bau bedak bayi dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku makin terangsang. Dan aku pun mulai menciumi lehernya. Rina mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun mulai meremas kedua buah dadanya.
Nafas Rina makin terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
"Uuuhh... mmmhhh..." Rina menggelinjang.
Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tapi gairahku sudah sampai ke ubun- ubun dan aku pun menarik lepas dasternya dari atas kepalanya. Aahhh..! Rina menelentang di sofa dengan tubuh hampir polos!
Aku segera mengulum puting susunya yang merah muda, berganti- ganti kiri dan kanan hingga dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Rina yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku makin tak sabar. Aku menarik lepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah nampak mengkilap oleh cairan kemaluan Rina. Aku pun segera membenamkan kepalaku ke tengah kedua pahanya.
"Ehhh... mmmaaahhh..," tangan Rina meremas sofa dan pinggulnya menggeletar ketika bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berpindah ke perutnya dan mengemut perlahan.
"Ooohh... aduuhhh..," Rina mengangkat punggungnya ketika lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang masih begitu rapat.
Lidahku bergerak dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya mulai membuka. Sesekali lidahku membelai kelentitnya dan tubuh Rina akan terlonjak dan nafas Rina seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas kedua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.
Ketika aku berhenti menjilat dan mengulum, Rina tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa aku membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Rina.
"Mmmhh... mmmhhh... ooohhhmmm..," ketika Rina membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi masih diingatnya, jadi ia pun mulai menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.
Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, aku pun naik ke atas tubuh Rina dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Rina dan aroma kemaluan Rina di mulutku, bertukar saat lidah kami saling membelit.
Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Rina, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Rina menekan pantatku dari belakang.
"Ohhmm, mam... masuk... hhh... masukin... Omm... hhh... ehekmm..."
Perlahan kemaluanku mulai menempel di bibir liang kemaluannya, dan Rina semakin mendesah- desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja karena tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini akan dapat menampung kemaluanku yang besar ini. Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4 ,5 cm sedangkan Rina masih SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.
Tetapi dengan dorongan nafsu yang besar, aku pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Rina memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku- kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku. Aku menekan lagi, dan terasa ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3 /4 kemaluanku yang masuk. Lalu aku diam tidak bergerak, membiarkan otot-otot kemaluan Rina terbiasa dengan benda yang ada di dalamnya.
Sebentar kemudian kernyit di dahi Rina menghilang, dan aku pun mulai menarik dan menekankan pinggulku. Rina mengernyit lagi, tapi lama-kelamaan mulutnya menceracau.
"Aduhhh... ssshhh... iya... terusshh... mmmhhh... aduhhh... enak... Oommm..."
Aku merangkulkan kedua lenganku ke punggung Rina, lalu membalikkan kedua tubuh kami hingga Rina sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3 /4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Rina segera menggerakkan pinggulnya, sementara jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.
Lewat beberapa waktu, gerakan pinggul Rina makin menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur seluruh batang kemaluanku.
Setelah tubuh Rina melemas, aku mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, aku mengejar puncakku sendiri. Ketika aku mencapai klimaks, Rina tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang kedua.
Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup dengan keringat masih saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.
"Aduh, Oom... Rina lemes. Tapi enak banget."
Aku hanya tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku lagi ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tapi segera kurasakan kemaluanku yang telah melemas bangkit kembali dijepit liang vagina Rina yang masih amat kencang.
Aku segera membawanya ke kamar mandi, membersihkan tubuh kami berdua dan... kembali ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam aku mencapai tiga kali lagi orgasme,dan Rina... entah berapa kali. Begitupun di saat bangun pagi, sekali lagi kami bergumul penuh kenikmatan sebelum akhirnya Rina kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.
Kembali ke rumah Firman, aku masuk ke kamar tidur tamu dan segera pulas kelelahan. Di tengah tidurku aku bermimpi seolah Rina pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik lepas celanaku dan mengulum kemaluanku. Tapi segera saja aku sadar bahwa itu bukan mimpi, dan aku memandangi rambutnya yang tergerai yang bergerak-gerak mengikuti kepalanya yang naik-turun. Aku melihat keluar kamar dan kelihatan VCD menyala, dengan film yang kemarin. Ah! Merasakan caranya memberiku "blowjob", aku tahu bahwa ia baru saja belajar dari VCD.
Tamat ...
GAIRAH BAPAK KOST .
Pagi itu kulihat Oom Pram sedang merapikan tanaman di kebun, dipangkasnya daun- daun yang mencuat tidak beraturan dengan gunting. Kutatap wajahnya dari balik kaca gelap jendela kamarku. Belum terlalu tua, umurnya kutaksir belum mencapai usia 50 tahun, tubuhnya masih kekar wajahnya segar dan cukup tampan. Rambut dan kumisnya beberapa sudah terselip uban. Hari itu memang aku masih tergeletak di kamar kostku. Sejak kemarin aku tidak kuliah karena terserang flu. Jendela kamarku yang berkaca gelap dan menghadap ke taman samping rumah membuatku merasa asri melihat hijau taman, apalagi di sana ada seorang laki-lai setengah baya yang sering kukagumi. Memang usiaku saat itu baru menginjak dua puluh satu tahun dan aku masih duduk di semester enam di fakultasku dan sudah punya pacar yang selalu rajin mengunjungiku di malam minggu. Toh tidak ada halangan apapun kalau aku menyukai laki-laki yang jauh di atas umurku.
Tiba-tiba ia memandang ke arahku, jantungku berdegup keras. Tidak, dia tidak melihaku dari luar sana. Oom Pram mengenakan kaos singlet dan celana pendek, dari pangkal lengannya terlihat seburat ototnya yang masih kecang. Hari memang masih pagi sekitar jam 9 :00 , teman sekamar kostku telah berangkat sejak jam 6 :00 tadi pagi demikian pula penghuni rumah lainnya, temasuk Tante Pram istrinya yang karyawati perusahaan perbankan.
Memang Oom Pram sejak 5 bulan terakhir terkena PHK dengan pesangon yang konon cukup besar, karena penciutan perusahaannya. Sehingga kegiatannya lebih banyak di rumah. Bahkan tak jarang dia yang menyiapkan sarapan pagi untuk kami semua anak kost-nya. Yaitu roti dan selai disertai susu panas. Kedua anaknya sudah kuliah di luar kota. Kami anak kost yang terdiri dari 6 orang mahasiswi sangat akrab dengan induk semang. Mereka memperlakukan kami seperti anaknya. Walaupun biaya indekost-nya tidak terbilang murah, tetapi kami menyukainya karena kami seperti di rumah sendiri. Oom Pram telah selesai mengurus tamannya, ia segera hilang dari pemandanganku, ah seandainya dia ke kamarku dan mau memijitku, aku pasti akan senang, aku lebih membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari obat-obatan. Biasanya ibuku yang yang mengurusku dari dibuatkan bubur sampai memijit-mijit badanku. Ah.. andaikan Oom Pram yang melakukannya...
Kupejamkan mataku, kunikmati lamunanku sampai kudengar suara siulan dan suara air dari kamar mandi. Pasti Oom Pram sedang mandi, kubayangkan tubuhnya tanpa baju di kamar mandi, lamunanku berkembang menjadi makin hangat, hatiku hangat, kupejamkan mataku ketika aku diciumnya dalam lamunan, oh indahnya. Lamunanku terhenti ketika tiba-tiba ada suara ketukan di pintu kamarku, segera kutarik selimut yang sudah terserak di sampingku. "Masuk..!" kataku. Tak berapa lama kulihat Oom Pram sudah berada di ambang pintu masih mengenakan baju mandi. Senyumnya mengambang "Bagaimana Lina? Ada kemajuan..?" dia duduk di pinggir ranjangku, tangannya diulurkan ke arah keningku. Aku hanya mengangguk lemah. Walaupun jantungku berdetak keras, aku mencoba membalas senyumnya. Kemudian tangannya beralih memegang tangan kiriku dan mulai memjit-mijit.
"Lina mau dibikinkan susu panas?" tanyanya.
"Terima kasih Oom, Lina sudah sarapan tadi," balasku.
"Enak dipijit seperti ini?" aku mengangguk.VDia masih memijit dari tangan yang kiri kemudian beralih ke tangan kanan, kemudian ke pundakku. Ketika pijitannya berpindah ke kakiku aku masih diam saja, karena aku menyukai pijitannya yang lembut, disamping menimbulkan rasa nyaman juga menaikkan birahiku. Disingkirkannya selimut yang membungkus kakiku, sehingga betis dan pahaku yang kuning langsat terbuka, bahkan ternyata dasterku yang tipis agak terangkat ke atas mendekati pangkal paha, aku tidak mencoba membetulkannya, aku pura-pura tidak tahu.
"Lin kakimu mulus sekali ya."
"Ah.. Oom bisa aja, kan kulit Tante lebih mulus lagi," balasku sekenanya.
Tangannya masih memijit kakiku dari bawah ke atas berulang- ulang. Lama-lama kurasakan tangannya tidak lagi memijit tetapi mengelus dan mengusap pahaku, aku diam saja, aku menikmatinya, birahiku makin lama makin bangkit.
"Lin, Oom jadi terangsang, gimana nih?" suaranya terdengar kalem tanpa emosi.
"Jangan Oom, nanti Tante marah.."
Mulutku menolak tapi wajah dan tubuhku bekata lain, dan aku yakin Oom Pram sebagai laki-laki sudah matang dapat membaca bahasa tubuhku. Aku menggelinjang ketika jari tangannya mulai menggosok pangkal paha dekat vaginaku yang terbungkus CD. Dan... astaga! ternyata dibalik baju mandinya Oom Pram tidak mengenakan celana dalam sehingga penisnya yang membesar dan tegak, keluar belahan baju mandinya tanpa disadarinya. Nafasku sesak melihat benda yang berdiri keras penuh dengan tonjolan otot di sekelilingnya dan kepala yang licin mengkilat. Ingin rasanya aku memegang dan mengelusnya. Tetapi kutahan hasratku itu, rasa maluku masih mengalahkan nafsuku.
Oom Pram membungkuk menciumku, kurasakan bibirnya yang hangat menyentuh bibirku dengan lembut. Kehangatan menjalar ke lubuk hatiku dan ketika kurasakan lidahnya mencari-cari lidahku dan maka kusambut dengan lidahku pula, aku melayani hisapan- hisapannya dengan penuh gairah. Separuh tubuhnya sudah menindih tubuhku, kemaluannya menempel di pahaku sedangkan tangan kirinya telah berpindah ke buah dadaku. Dia meremas dadaku dengan lembut sambil menghisap bibirku. Tanpa canggung lagi kurengkuh tubuhnya, kuusap punggungnya dan terus ke bawah ke arah pahanya yang penuh ditumbuhi rambut. Dadaku berdesir enak sekali, tangannya sudah menyelusup ke balik dasterku yang tanpa BH, remasan jarinya sangat ahli, kadang putingku dipelintir sehingga menimbulkan sensasi yang luar biasa.
Nafasku makin memburu ketika dia melepas ciumannya. Kutatap wajahnya, aku kecewa, tapi dia tersenyum dibelainya wajahku.
"Lin kau cantik sekali.." dia memujaku.
"Aku ingin menyetubuhimu, tapi apakah kamu masih perawan..?" aku mengangguk lemah.
Memang aku masih perawan, walaupun aku pernah "petting" dengan kakak iparku sampai kami orgasme tapi sampai saat ini aku belum pernah melakukan persetubuhan. Dengan pacarku kami sebatas ciuman biasa, dia terlalu alim untuk melakukan itu. Sedangkan kebutuhan seksku selama ini terpenuhi dengan mansturbasi, dengan khayalan yang indah. Biasanya dua orang obyek khayalanku yaitu kakak iparku dan yang kedua adalah Oom Pram induk semangku, yang sekarang setengah menindih tubuhku. Sebenarnya andaikata dia tidak menanyakan soal keperawanan, pasti aku tak dapat menolak jika ia menyetubuhiku, karena dorongan birahiku kurasakan melebihi birahinya. Kulihat dengan jelas pengendalian dirinya, dia tidak menggebu dia memainkan tangannya, bibirnya dan lidahnya dengan tenang, lembut dan sabar. Justru akulah yang kurasakan meledak-ledak.
"Bagaimana Lin? kita teruskan?" tangannya masih mengusap rambutku, aku tak mampu menjawab.
Aku ingin, ingin sekali, tapi aku tak ingin perawanku hilang. Kupejamkan mataku menghindari tatapanbya.
"Oom... pakai tangan saja," bisikku kecewa.
Tanpa menunggu lagi tangannya sudah melucuti seluruh dasterku, aku tinggal mengenakan celana dalam, dia juga telah telanjang utuh. Seluruh tubuhnya mengkilat karena keringat, batang kemaluannya panjang dan besar berdiri tegak. Diangkatnya pantatku dilepaskannya celana dalamku yang telah basah sejak tadi. Kubiarkan tangannya membuka selangkanganku lebar- lebar. Kulihat vaginaku telah merekah kemerahan bibirnya mengkilat lembab, klitorisku terasa sudah membesar dan memerah, di dalam lubang kemaluanku telah terbanjiri oleh lendir yang siap melumasi, setiap barang yang akan masuk.
Oom Pram membungkuk dan mulai menjilat dinding kiri dan kanan kemaluanku, terasa nikmat sekali aku menggeliat, lidahnya menggeser makin ke atas ke arah klitosris, kupegang kepalanya dan aku mulai merintih kenikmatan. Berapa lama dia menggeserkan lidahnya di atas klitosriku yang makin membengkak. Karena kenikmatan tanpa terasa aku telah menggoyang pantatku, kadang kuangkat kadang ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba Oom Pram melakukan sedotan kecil di klitoris, kadang disedot kadang dipermainkan dengan ujung lidah. Kenikmatan yang kudapat luar biasa, seluruh kelamin sampai pinggul, gerakanku makin tak terkendali, "Oom... aduh.. Oom... Lin mau keluar...." Kuangkat tinggi tinggi pantatku, aku sudah siap untuk berorgasme, tapi pada saat yang tepat dia melepaskan ciumannya dari vagina. Dia menarikku bangun dan menyorongkan kemaluannya yang kokoh itu kemulutku. " Gantian ya Lin.. aku ingin kau isap kemaluanku." Kutangkap kemaluannya, terasa penuh dan keras dalam genggamanku. Oom Pram sudah terlentang dan posisiku membungkuk siap untuk mengulum kelaminnya. Aku sering membayangkan dan aku juga beberapa kali menonton dalam film biru. Tetapi baru kali inilah aku melakukannya.
Birahiku sudah sampai puncak. Kutelusuri pangkal kemaluannya dengan lidahku dari pangkal sampai ke ujung penisnya yang mengkilat berkali-kali. "Ahhh... Enak sekali Lin..." dia berdesis. Kemudian kukulum dan kusedot-sedot dan kujilat dengan lidah sedangkan pangkal kemaluannya kuelus dengan jariku. Suara desahan Oom Pram membuatku tidak tahan menahan birahi. Kusudahi permainan di kelaminnya, tiba-tiba aku sudah setengah jongkok di atas tubuhnya, kemaluannya persis di depan lubang vaginaku. "Oom, Lin masukin dikit ya Oom, Lin pengen sekali." Dia hanya tersenyum. "Hati-hati ya... jangan terlalu dalam..." Aku sudah tidak lagi mendengar kata- katanya. Kupegang kemaluannya, kutempelkan pada bibir kemaluanku, kusapu- sapukan sebentar di klitoris dan bibir bawah, dan... oh, ketika kepala kemaluanya kumasukan dalam lubang, aku hampir terbang. Beberapa detik aku tidak berani bergerak tanganku masih memegangi kemaluannya, ujung kemaluannya masih menancap dalam lubang vaginaku. Kurasakan kedutan-kedutan kecil dalam bibir bawahku, aku tidak yakin apakah kedutan berasal dariku atau darinya.
Kuangkat sedikit pantatku, dan gesekan itu ujung kemaluannya yang sangat besar terasa menggeser bibir dalam dan pangkal klitoris. Kudorong pinggulku ke bawah makin dalam kenikmatan makin dalam, separuh batang kemaluannya sudah melesak dalam kemaluanku. Kukocokkan kemaluannya naik-turun, tidak ada rasa sakit seperti yang sering aku dengar dari temanku ketika keperawanannya hilang, padahal sudah separuh. Kujepit kemaluannya dengan otot dalam, kusedot ke dalam. Kulepas kembali berulang-ulang. "Oh.. Lin kau hebat, jepitanmu nimat sekali." Kudengar Oom Pram mendesis- desis, payudaraku diremas-remas dan membuat aku merintih- rintih ketika dalam jepitanku itu. Dia mengocokkan kemaluannya dari bawah. Aku merintih, mendesis, mendengus, dan akhirnya kehilangan kontrolku. Kudorong pinggulku ke bawah, terus ke bawah sehingga penis Oom Pram sudah utuh masuk ke vaginaku, tidak ada rasa sakit, yang ada adalah kenikmatan yang meledak-ledak.Dari posisi duduk, kurubuhkan badanku di atas badannya, susuku menempel, perutku merekat pada perutnya. Kudekap Oom Pram erat-erat. Tangan kiri Oom Pram mendekap punggungku, sedang tangan kanannya mengusap-usap bokongku dan analku. Aku makin kenikmatan. Sambil merintih-rintih kukocok dan kugoyang pinggulku, sedang kurasakan benda padat kenyal dan besar menyodok-nyodok dari bawah.
Tiba-tiba aku tidak tahan lagi, kedutan tadinya kecil makin keras dan akhirnya meledak. "Ahhh..." Kutekan vaginaku ke penisnya, kedutannya keras sekali, nimat sekali. Dan hampir bersamaan dari dalam vagina terasa cairan hangat, menyemprot dinding rahimku. "Ooohhh..." Oom Pram juga ejakulasi pada saat yang bersamaan. Beberapa menit aku masih berada di atasnya, dan kemaluannya masih menyesaki vaginaku. Kurasai vaginaku masih berkedut dan makin lemah. Tapi kelaminku masih menyebarkan kenikmatan.
Pagi itu keperawananku hilang tanpa darah dan tanpa rasa sakit. Aku tidak menyesal.
TAMAT...
NEXT CERITAXXX
NEXT VIDEOXXX
NEXT PHOTOXXX